Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2017

rintik-rintik air mata

Hari masih belia Mentari entah kemana? langit tempatku mengadu kini tak biru lagi Ia telah bermuram durja hingga alirkan air mata Mendung menghamba pagi gelap gulita merajai Belantara pencakar langit, pohon seolah mati tergigit. Semua takhluk mati tak bergerak Pada hujan yang menari, mendung yang bernyanyi. Senyum tak tersungging lagi di bibir yang pernah aku kenal kembang yang ada di biji matanya telah layu kini wajahnya ibarat rumah tak berpenghuni, semak belukar laksana hutan rimbun. akan ku sapu hutan, kurajut kota, kubuang asa-asa kering dari relung hatimu berilah aku piala itu akan ku petik senyumku kusematkan di bibirmu. kalau masih ada waktu.

sudikah?

Gambar
Sudilah kiranya tuan menjamu secangkir kopi sepotong roti bukan seceret bukan sepiring sebab perut bukan kantongan Sudilah kiranya tuan bermurah hati memberi tumpangan sebab gubugpun tak punya sudilah kiranya tuan berikan sehelai benang sebab raga telah menggigil Sudilah kiranya tuan membawa sepucuk surat sebab keluhku disana sudilah kiranya tuan meringankan beban ini sebab aku masih belia Siapakah sebenarnya? Tuan dan aku? Kita atau siapa?

TUGAS I

Gambar
     Tulisan narasi adalah tulisan yang berupaya untuk menceritakan suatu peristiwa atau kejadian sedemikian rupa sehingga pembaca seolah-olah mengalami sendiri kejadian yang diceritakan tersebut.  Menurut Keraf (2000:136), ciri-ciri tulisan narasi sebagai berikut: 1. Menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan, 2. Dirangkai dalam urutan waktu, 3. Berusaha menjawab pertanyaan, apa yang terjadi? 4. Adanya konflik. Jenis-jenis tulisan narasi, dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Narasi Ekspositorik (narasi teknis)         Narasi ekspositorik adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian informasi secara tepat, tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang kisah seseorang.            Contoh:         Pada bulan Agustus tahun 1945, Jepang mengalam kekalahan perang Pasifik kepada sekutu, sebab pada saat itu sekutu mengebom kota Hirosi...

puisi

langit  tempatku berkanvas sudah tak biru lagi kini telah menghitam pelangi yang turun laksana bulan jatuh ke bumi  sudah enggan menyapaku di di batas senja ini  ku mengingat kenangan antara aku dan dikau bersama irama hujan yang menari yang menguyur rambut ini teringatlah kita berdua  di bawah payung hitam ku sapu rambutmu dengan sapu tanganku